lilthomas
Senin, 03 Desember 2012
Mengembangkan
potensi generasi muda
Dalam upaya
mempersiapkan, membangun dan memberdayakan generasi muda agar mampu berperan
serta sebagai pelaku-pelaku aktif pembangunan, maka akan dihadapkan pada
berbagai permasalahan dan tantangan, misalnya dengan munculnya berbagai
permasalahan sosial yang melibatkan atau dilakukan generasi muda seperti
tawuran dan kriminalitas lain, penyalahgunaan narkoba dan zat adiktiflain,
minuman keras, penyebaran penyakit HIV/Aids dan penyakit menular, penyaluran
aspirasi dan partisipasi, serta apresiasi terhadap kalangan generasi muda.
Apabila permasalahan tersebut tidak memperoleh perhatian atau penanganan yang
sesuai dengan konsepsinya, maka dikhawatirkan akan menimbulkan dampak yang luas
dan mengganggu kesinambungan, kestabilan dalam proses pembangunan.
Permasalahan
lainnya terkait dengan generasi muda adalah ketahanan budaya dan kepribadian
–khususnya Sunda, Jawa Barat– di kalangan generasi muda yang semakin luntur,
yang disebabkan cepatnya perkembangan dan kemajuan teknologi komunikasi,
derasnya arus informasi global yang berdampak pada penetrasi budaya asing. Hal
ini mempengaruhi pola pikir, sikap, dan perilaku generasi muda di Jawa Barat.
Persoalan tersebut dapat dilihat dari kurang berkembangnya kemandirian,
kreativitas, serta produktivitas dikalangan generasi muda, sehingga generasi
muda kurang dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan yang sesuai dengan
karakter daerah.
Permasalahan yang
tidak kalah pentingnya adalah era globalisasi yang terjadi diberbagai aspek
kehidupan yang sangat mempengaruhi daya saing generasi muda. Sehingga generasi
muda baik langsung maupun tidak langsung dituntut untuk mempunyai keterampilan,
baik bersifat keterampilan praktis maupun keterampilan yang menggunakan
teknologi tinggi untuk mampu bersaing dalam menciptakan lapangan kerja atau
mengembangkan jenis pekerjaan yang sedang dijalaninya.
Cepat atau lambat,
hal ini akan mengancam upaya pembentukan moral dan agama yang kuat di kalangan
generasi muda. Tantangan lain adalah belum terumuskannya kebijakan pembangunan
bidang pemuda secara serasi, menyeluruh, terintegrasi dan terkoordinasi antara kebijakan
di tingkat nasional dengan kebijakan di tingkat daerah.
Dengan
memperhatikan permasalahan di atas, maka tema sentral dari orasi ini adalah
bagaimana membangun Generasi Muda yang Progresif, Agamis dan Nasionalis?
Generasi Muda yang
Progresif
Generasi muda memiliki kecenderungan untuk bersikap antusias dalam menghadapi berbagai isu, baik yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan kehidupan mereka sehari-hari. Selain itu, idealisme yang terkandung dalam jiwa dan pikiran generasi muda memungkinkan generasi muda untuk memainkan peranan penting dalam kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Karena sifatnya ini, generasi muda menjadi kelompok yang potensial untuk mendukung pembangunan.
Generasi muda memiliki kecenderungan untuk bersikap antusias dalam menghadapi berbagai isu, baik yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan kehidupan mereka sehari-hari. Selain itu, idealisme yang terkandung dalam jiwa dan pikiran generasi muda memungkinkan generasi muda untuk memainkan peranan penting dalam kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Karena sifatnya ini, generasi muda menjadi kelompok yang potensial untuk mendukung pembangunan.
Dengan demikian,
generasi muda perlu dilibatkan dalam setiap perencanaan pembangunan, sehingga
pelayanan dapat lebih disesuaikan dengan sasaran yang ingin dicapai. Namun
demikian, progresifitas generasi muda tidak hanya penting dalam kerangka
pemberdayaan generasi muda, tapi juga memberikan kontribusi bagi penyiapan
generasi selanjutnya, serta regenerasi kepemimpinan di masa mendatang.
Generasi muda yang
progresif di sisi lain di tandai dengan generasi muda yang mau untuk berfikir
diluar “pakem” yang telah membudaya (think out the box), guna “menciptakan”
atau sekedar eksplorasi guna menemukan hal-hal baru yang berguna bagi kehidupan
umat manusia. Dengan kata lain, generasi muda yang progresif adalah generasi
muda yang mampu dan dapat berfikir kritis dalam menghadapi realitas sosial
politik yang sedang terjadi.
Peran generasi muda
juga menjadi penting bagi masa depan daerah-daerah yang pernah, misalnya,
mengalami konflik. Sifat menghargai dan keterbukaan terhadap berbagai ide dan
budaya dapat menjembatani beragam etnis, ras, kelompok-kelompok sosial dan
politik. Dengan memanfaatkan potensi ini, diharapkan ada sebuah peluang untuk
menciptakan masa depan yang lebih damai bagi generasi berikutnya.
Dalam kaitannya
dengan progresifitas generasi muda, peran generasi muda seyogyanya didorong
melalui 5 (lima) strategi berikut, yaitu:
Pertama, mendorong
pelibatan generasi muda dalam proses pengambilan keputusan:
Generasi muda hendaknya ditempatkan dan berusaha menempatkan diri dalam posisi strategis agar aspirasinya didengar khususnya dalam pembuatan kebijakan yang secara langsung terkait dengan kebutuhannya. Generasi muda perlu diberi ruang untuk mengekspresikan pandangan mereka dan berkontribusi bagi pembuatan kebijakan-kebijakan yang secara tidak langsung terkait dengan masalah kepemudaan.
Generasi muda hendaknya ditempatkan dan berusaha menempatkan diri dalam posisi strategis agar aspirasinya didengar khususnya dalam pembuatan kebijakan yang secara langsung terkait dengan kebutuhannya. Generasi muda perlu diberi ruang untuk mengekspresikan pandangan mereka dan berkontribusi bagi pembuatan kebijakan-kebijakan yang secara tidak langsung terkait dengan masalah kepemudaan.
Kedua,
mengembangkan kemampuan kewirausahaan:
Semangat kewirausahaan (enterpreunerships) dapat mendorong generasi muda untuk mampu bertahan manakala memasuki dunia usaha. Secara tidak langsung, upaya ini dapat membantu meminimalkan tingkat pengangguran bagi daerah dan terutama sekali bagi bangsa.
Semangat kewirausahaan (enterpreunerships) dapat mendorong generasi muda untuk mampu bertahan manakala memasuki dunia usaha. Secara tidak langsung, upaya ini dapat membantu meminimalkan tingkat pengangguran bagi daerah dan terutama sekali bagi bangsa.
Ketiga,
memaksimalkan peran generasi muda dalam mengatasi hambatan-hambatan budaya,
etnis, dan ras:
Melalui komunikasi antargenerasi dari beragam latarbelakang budaya, etnis, dan ras, generasi muda dapat membangun jaringan (networking) untuk saling tukar-menukar informasi dan kerjasama antarbudaya. Pengenalan budaya ini dapat membantu terwujudnya saling pengertian antar generasi muda.
Melalui komunikasi antargenerasi dari beragam latarbelakang budaya, etnis, dan ras, generasi muda dapat membangun jaringan (networking) untuk saling tukar-menukar informasi dan kerjasama antarbudaya. Pengenalan budaya ini dapat membantu terwujudnya saling pengertian antar generasi muda.
Keempat,
memberdayakan generasi muda dalam pembangunan:
Generasi muda merupakan salah satu unsur penting yang menunjang pelaksanaan pembangunan sehingga perlu ada upaya pemberdayaan yang terencana dan komprehensif untuk memaksimalkan kemampuan generasi muda.
Generasi muda merupakan salah satu unsur penting yang menunjang pelaksanaan pembangunan sehingga perlu ada upaya pemberdayaan yang terencana dan komprehensif untuk memaksimalkan kemampuan generasi muda.
Kelima, menempatkan
generasi muda sebagai visi pembangunan:
Karena generasi muda merupakan aktor penting sekaligus penerima manfaat dari pelaksanaan pembangunan, maka perlu ada upaya untuk merancang pelibatan generasi muda dalam sasaran dan penyusunan program-program pembangunan. Secara demikian, progresifitas generasi muda akan kentara secara nyata.
Karena generasi muda merupakan aktor penting sekaligus penerima manfaat dari pelaksanaan pembangunan, maka perlu ada upaya untuk merancang pelibatan generasi muda dalam sasaran dan penyusunan program-program pembangunan. Secara demikian, progresifitas generasi muda akan kentara secara nyata.
Generasi Muda yang
Agamis dan Berbudaya
Generasi muda yang agamis ditandai dengan laku dan tindak dari pemuda yang dilandasi oleh moral-moral normatif agama. Pada intinya, setiap agama mengajarkan keselarasan guna menuju kehidupan yang lebih baik. Yang membedakan diantara agama-agama tersebut hanyalah cara untuk menggapai keselarasan kebahagaiaan tersebut.
Generasi muda yang agamis ditandai dengan laku dan tindak dari pemuda yang dilandasi oleh moral-moral normatif agama. Pada intinya, setiap agama mengajarkan keselarasan guna menuju kehidupan yang lebih baik. Yang membedakan diantara agama-agama tersebut hanyalah cara untuk menggapai keselarasan kebahagaiaan tersebut.
Generasi muda yang
agamis menurut Azyumardi Azra dapat dilihat dari tiga kategori, pertama,
generasi muda yang memiliki visi, yakni generasi muda yang mau membangun tradisi
intelektual dan wacana pemikiran melalui intelectual enlightement (pencerahan
intelektual) dan intelectual enrichment (pengkayaan intelektual). Strategi
pendekatan yang digunakan ialah melalui pemaksimalan potensi kesadaran dan
penyadaran individu yang memungkinkan terciptanya komunitas ilmiah.
Kedua, generasi
muda yang memiliki nilai, yaitu berupa usaha untuk mempertajam hati nurani
melalui penanaman nilai-nilai moral agama sehingga terbangun pemikiran dan
konseptual yang mendapatkan pembenaran dari Al-Qur’an. Ketiga, generasi muda
yang memiliki keberanian dalam melakukan aktualisasi program, misalnya dalam
melakukan advokasi terhadap permasalahan masyarakat dan keberpihakan dalam
pemberdayaan umat.
Generasi muda
secara agamis dan berbudaya dalam arti luas dapat dipandang sebagai proses
pengembangan potensi diri manusia yang telah ada secara alami. Potensi diri
yang dimaksud adalah kemampuan intelejensia, emosional, spiritual, dan
aksional. Usaha peningkatan potensi diri tersebut diupayakan agar mencapai
kemampuan yang dikehendaki sampai derajat tertentu. Pada masyarakat Sunda,
seseorang bisa dikatakan memiliki potensi diri berdasarkan derajat yang
diharapkan jika memenuhi adeg-adeg manusia Sunda sebagai berikut:
Luhung elmuna
yaitu generasi muda yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dan
memiliki daya saing tinggi;
Pengkuh agamana yaitu generasi muda yang memiliki keimanan dan ketakwaan (imtak);
Jembar budayana yaitu generasi muda yang “tidak gagap budaya”, tidak kehilangan jati diri, dan memegang teguh prinsip pribadinya;
Rancage gawena yaitu generasi muda yang berprestasi, berprilaku aktif, mampu mengimplementasikan berbagai program kerja dengan baik, ngigelan jeung ngigel keun jaman.
Pengkuh agamana yaitu generasi muda yang memiliki keimanan dan ketakwaan (imtak);
Jembar budayana yaitu generasi muda yang “tidak gagap budaya”, tidak kehilangan jati diri, dan memegang teguh prinsip pribadinya;
Rancage gawena yaitu generasi muda yang berprestasi, berprilaku aktif, mampu mengimplementasikan berbagai program kerja dengan baik, ngigelan jeung ngigel keun jaman.
Untuk mencapai
derajat tersebut, para sesepuh masyarakat Sunda memiliki cara pendidikan yang
mengacu pada kebiasaan para orangtua dahulu dengan metode 5 (lima) S yaitu:
Silib yaitu sesuatu yang dikatakan secara tidak langsung tetapi dikias kan pada hal lain;
Sindir yaitu sesuatu yang dikatakan secara tidak langsung tetapi menggunakan susunan kalimat yang berbeda;
Simbul yaitu menyampaikan sesuatu maksud dalam bentuk lambang;
Siloka yaitu menyampaikan sesuatu maksud dalam bentuk pengandaian;
Sasmita yaitu pemaknaan yang berkaitan dengan perasaan hati.
Silib yaitu sesuatu yang dikatakan secara tidak langsung tetapi dikias kan pada hal lain;
Sindir yaitu sesuatu yang dikatakan secara tidak langsung tetapi menggunakan susunan kalimat yang berbeda;
Simbul yaitu menyampaikan sesuatu maksud dalam bentuk lambang;
Siloka yaitu menyampaikan sesuatu maksud dalam bentuk pengandaian;
Sasmita yaitu pemaknaan yang berkaitan dengan perasaan hati.
Berdasarkan metode
tersebut, wujud sosok generasi muda Sunda akan tercapai dalam diri yang
ditandai oleh sifat-sifat unggul yaitu:
Cageur yaitu
generasi muda yang sehat fisik dan psikhisnya;
Bageur yaitu generasi muda yang hidupnya selalu taat hukum, baik hukum agama, hukum positif, maupun hukum adat;
Bener yaitu generasi muda yang jelas tujuan hidupnya, beriman dan bertakwa, memiliki visi dan misi yang baik dan terukur;
Pinter yaitu generasi muda yang berilmu, berprestasi, arif, bijaksana, serta mampu mengatasi berbagai masalah dengan baik dan benar;
Singer yaitu generasi muda yang proaktif, beretos kerja tinggi, terampil dan berpres tasi;
Teger yaitu generasi muda yang kuat hati, teguh, tangguh, dan tidak mudah putus asa;
Pangger yaitu generasi muda yang teguh dan berpendirian kuat, tidak mudah tergoda;
Beleger yaitu generasi muda yang jujur, adil, amanah, mampu memegang kepercayaan yang diterima dirinya.
Bageur yaitu generasi muda yang hidupnya selalu taat hukum, baik hukum agama, hukum positif, maupun hukum adat;
Bener yaitu generasi muda yang jelas tujuan hidupnya, beriman dan bertakwa, memiliki visi dan misi yang baik dan terukur;
Pinter yaitu generasi muda yang berilmu, berprestasi, arif, bijaksana, serta mampu mengatasi berbagai masalah dengan baik dan benar;
Singer yaitu generasi muda yang proaktif, beretos kerja tinggi, terampil dan berpres tasi;
Teger yaitu generasi muda yang kuat hati, teguh, tangguh, dan tidak mudah putus asa;
Pangger yaitu generasi muda yang teguh dan berpendirian kuat, tidak mudah tergoda;
Beleger yaitu generasi muda yang jujur, adil, amanah, mampu memegang kepercayaan yang diterima dirinya.
Manusia yang
demikian pada dasarnya adalah manusia yang mengemban kewajiban moral dalam
kehidupannya sehari-hari. Bentuk kewajiban moral yang ada pada insan nonoman
sunda meliputi:
MMT: Moral Manusia
terhadap Tuhannya, ditandai oleh kualitas imtak, berupa pengembangan sebagai
generasi yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, beriman kepada-Nya,
mengajarkan ajaran-ajaran-Nya dalam segala aspek kehidupan;
MMP: Moral Manusia
terhadap Pribadinya, ditandai oleh kualitas sumber daya manusia/ilmu
pengetahuan dan teknologi (SDM/Iptek), berupa dorongan untuk memelihara dirinya,
dorongan untuk melindungi dirinya, dan dorongan untuk mengungkapkan dirinya;
MMM: Moral Manusia
terhadap Manusia lainnya, ditandai oleh kemampuan bersosialisasi, hablum
minannas;
MMA: Moral Manusia
terhadap Alam, ditandai oleh kesadaran terhadap ekologi dan lingkungannya,
pengembangan sebagai insan sosial ekonomi, dan orientasi terhadap masa depan
untuk menumbuhkan kepekaan terhadap situasi masa kini dalam kaitan dan
hubungannya dengan masa depan;
MMW: Moral Manusia
terhadap Waktu, ditandai oleh kesadaran terhadap waktu, hidupnya akan memiliki
visi, misi, dan strategi. Empat kesadaran terhadap waktu tersebut adalah:
a. Waktu mendapat nikmat dan kebahagiaan; mampu bersyukur;
b. Waktu mendapat ujian dan penderitaan; ridha, tabah, dan sabar.
c. Waktu dalam ketaatan, ditandai oleh sikap istiqamah
d. Waktu terjerumus bermaksiat, mampu sadar, bertaubat, dan menyesali perbuatannya .
f. MMLB: Moral Manusia Lahir Batin, ditandai oleh kesadaran beretika, tahu batas, mempunyai rasa malu, adil, jujur, amanah, dan selalu berhati-hati.
a. Waktu mendapat nikmat dan kebahagiaan; mampu bersyukur;
b. Waktu mendapat ujian dan penderitaan; ridha, tabah, dan sabar.
c. Waktu dalam ketaatan, ditandai oleh sikap istiqamah
d. Waktu terjerumus bermaksiat, mampu sadar, bertaubat, dan menyesali perbuatannya .
f. MMLB: Moral Manusia Lahir Batin, ditandai oleh kesadaran beretika, tahu batas, mempunyai rasa malu, adil, jujur, amanah, dan selalu berhati-hati.
Generasi Muda yang
Nasionalis
Generasi muda seringkali dihadapkan pada penyatuan sikap dan perilakunya dalam jargon yang bernama “Nasionalisme”. Nasionalisme sebagai ideologi dapat dilihat sebagai sebuah kesadaran nasional.
Generasi muda seringkali dihadapkan pada penyatuan sikap dan perilakunya dalam jargon yang bernama “Nasionalisme”. Nasionalisme sebagai ideologi dapat dilihat sebagai sebuah kesadaran nasional.
Menurut Frans
Magnis Suseno, ideologi dimaksud sebagai keseluruhan sistem berfikir,
nilai-nilai dan sikap dasar rohaniah sebuah gerakan, kelompok sosial atau
individu. Ideologi dapat dimengerti sebagai suatu sistem penjelasan tentang
eksistensi suatu kelompok sosial, sejarahnya dan proyeksinya ke masa depan
serta merasionalisasikan suatu bentuk hubungan kekuasaaan. Dengan demikian,
ideologi memiliki fungsi mempolakan, mengkonsolidasikan dan menciptakan arti
dalam tindakan masyarakat. Ideologi yang dianutlah yang pada akhirnya akan
sangat menentukan bagaimana generasi muda memandang sebuah persoalan dan harus
berbuat apa untuk mensikapi persoalan tersebut.
Istilah ideologi
adalah istilah yang seringkali dipergunakan terutama dalam ilmu-ilmu sosial,
akan tetapi juga istilah yang sangat tidak jelas. Banyak para ahli yang melihat
ketidakjelasan ini berawal dari rumitnya konsep ideologi itu sendiri. Ideologi
dalam pengertian yang paling umum dan paling dangkal biasanya diartikan sebagai
istilah mengenai sistem nilai, ide, moralitas, interpretasi dunia dan lainnya.
Menurut Antonio
Gramsci, ideologi lebih dari sekedar sistem ide. Bagi Gramsci, ideologi secara
historis memiliki keabsahan yang bersifat psikologis. Artinya ideologi
‘mengatur’ manusia dan memberikan tempat bagi manusia untuk bergerak,
mendapatkan kesadaran akan posisi mereka, perjuangan mereka dan sebagainya.
Secara sederhana,
Franz Magnis Suseno mengemukakan tiga kategorisasi ideologi. Pertama, ideologi
dalam arti penuh atau disebut juga ideologi tertutup. Ideologi dalam arti penuh
berisi teori tentang hakekat realitas seluruhnya, yaitu merupakan sebuah teori
metafisika. Kemudian selanjutnya berisi teori tentang makna sejarah yang memuat
tujuan dan norma-norma politik sosial tentang bagaimana suatu masyarakat harus
di tata.
Ideologi dalam arti
penuh melegitimasi monopoli elit penguasa di atas masyarakat, isinya tidak
boleh dipertanyakan lagi, bersifat dogmatis dan apriori dalam arti ideologi itu
tidak dapat dikembangkan berdasarkan pengalaman. Salah satu ciri khas ideologi
semacam ini adalah klaim atas kebenaran yang tidak boleh diragukan dengan hak
menuntut adanya ketaatan mutlak tanpa reserve. Dalam kaitan ini Franz
Magnis-Suseno mencontohkan ideologi Marxisme-Leninisme.
Kedua, ideologi
dalam arti terbuka. Artinya ideologi yang menyuguhkan kerangka orientasi dasar,
sedangkan dalam operasional keseharianya akan selalu berkembang disesuaikan
dengan norma, prinsip moral dan cita-cita masyarakat. Operasionalisasi dalam
praktek kehidupan masyarakat tidak dapat ditentukan secara apriori melainkan
harus disepakati secara demokratis sebagai bentuk cita-cita bersama. Dengan
demikian, ideologi terbuka bersifat inklusif, tidak totaliter dan tidak dapat
dipakai untuk melegitimasi kekuasaan sekelompok orang.
Ketiga, Ideologi
dalam arti implisit atau tersirat. Ideologi semacam ini ditemukan dalam
keyakinan-keyakinan masyarakat tradisional tentang hakekat realitas dan
bagaimana manusia harus hidup didalamnya. Meskipun keyakinan itu hanya implisit
saja, tidak dirumuskan dan tidak diajarkan namun cita-cita dan keyakinan itu
sering berdimensi ideologis, karena mendukung tatanan sosial yang ada dan
melegitimasi struktur non demokratis tertentu seperti kekuasaan suatu kelas
sosial terhadap kelas sosial yang lain.
Dari beberapa fungsi
tersebut, terlihat bahwa pengaruh ideologi terhadap sikap dan nasionalisme
generasi muda sangat berkaitan erat. Memahami format sosial politik suatu
generasi muda akan sulit dilakukan tanpa lebih dahulu memahami ideologi yang
ada dalam generasi muda tersebut. Dari sinilah terlihat betapa ideologi
merupakan perangkat mendasar dan merupakan salah satu unsur yang akan mewarnai
aktivitas sosial dan politik setiap generasi muda.
Tanda pertama
pertumbuhan nasionalisme sebagai sebuah ideologi sudah bisa dijejaki pada era
Renaissance (tepat ketika terjadi pembakaran reformator agama Jan Hus di
Konsili Konstanz, terjadi pula perang Hussit di Bohemia dan Moravia yang
menajamkan kesadaran nasional orang Ceko; reformasi Martin Luther dan nada
anti-Roma serta terjemahan Kitab Suci dalam bahasa Jerman telah menumbuhkan
kesadaran orang-orang Jerman sebagai orang Jerman).
Nasionalisme dalam
arti yang sesungguhnya telah ada sejak pasca revolusi Perancis. Dalam paham
Jean Jacques Rousseau tentang kedaulatan rakyat, dia mengetengahkan paham
tentang ”bangsa”. Pada era romantik (1700 – 1800an) konsep kebangsaan dilihat
sebagai sumber masyarakat, (Adams, 2004).
Sejak abad ke-19,
nasionalisme telah menjadi motivasi dan sikap politik bangsa di Eropa. Pada
awal abad 20, paham nasionalisme berpuncak pada Perang Dunia I dengan
mewujudkan peta geo-politik Eropa sampai sekarang, aliansi Jerman-Italia,
pembebasan Yunani-Bulgaria-Serbia dari Turki serta kemerdekaan di beberapa
negara bagian Slavia dari imperialisme Austria, Turki, Rusia dan Jerman. Pada
permulaan abad ke 20, gelombang nasionalisme terasa di wilayah dunia ketiga.
Nasionalisme menjadi senjata moral ampuh untuk melegitimasi perjuangan
kemerdekaan.
Secara umum, peran
nyata para generasi muda terdiri dari 5 gelombang nasionalisme di Indonesia,
yang berulang hampir 20 tahun sekali yang dapat kita lihat dari perjalanan
sejarah nasional; sejak kebangkitan nasional 1908, Sumpah Pemuda 1928,
kemerdekaan 1945, bangkitnya orde baru 1966, dan bangkitnya orde reformasi
1998. Kapan dan apa visi & misi pemuda dalam nasionalisme pada masa
sekarang dan yang akan datang?.
Generasi muda atau
pemuda adalah penentu perjalanan bangsa di masa berikutnya. Generasi muda
mempunyai kelebihan dalam pemikiran ilmiah, selain semangat mudanya, sifat
kritisnya, kematangan logikanya dan ‘kebersihan’-nya dari noda orde masanya.
Generasi muda adalah motor penggerak utama perubahan. Generasi muda diakui
perannya sebagai kekuatan pendobrak kebekuan dan kejumudan masyarakat.
Nasionalisme
merupakan sikap dan tingkah laku individu atau masyarakat yang merujuk pada
loyalitas dan pengabdian terhadap bangsa dan negaranya. Namun, secara empiris,
nasionalisme tidak sesederhana definisi itu. Nasionalisme tidak seperti
bangunan statis, tetapi selalu dialektis dan interpretatif, sebab nasionalisme
bukan pembawaan manusia sejak lahir, melainkan sebagai hasil peradaban manusia
dalam menjawab tantangan hidupnya. Terbukti dalam sejarah Indonesia,
kebangkitan rasa nasionalisme didaur ulang kembali oleh para generasi muda,
karena mereka merasa ada yang menyimpang dari perjalanan nasionalisme
bangsanya.
Sejumlah pakar
menilai prinsip nasionalisme dalam diri generasi muda Indonesia umumnya telah
mengalami degradasi lantaran terus menerus tergerus oleh nilai-nilai dari luar.
Jika kondisi dilematis itu tetap dibiarkan, bukan tidak mustahil degradasi
nasionalisme akan mengancam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Degradasi
nasionalisme dalam diri generasi muda Indonesia muncul karena kegagalan dalam
merevitalisasi dan mendefinisikan pemahaman nasionalisme. Generasi muda
Indonesia umumnya belum sadar akan ancaman arus global yang terus menerus
menggerogoti identitas bangsa.
Degradasi
nasionalisme dalam diri generasi muda Indonesia kondisinya semakin parah karena
belum adanya pembaharuan atas pemahaman dan prinsip nasionalisme dalam diri
generasi muda. Kegagalan meredefinisi nilai-nilai nasionalisme telah
menyebabkan hingga kini belum lahir sosok generasi muda Indonesia yang dapat
menjadi teladan. Akibatnya peran orang tua masih sangat mendominasi segala
sektor kehidupan berbangsa dan bernegara.
Runtuhnya
nasionalisme tidak terlepas dari ekspansi tanpa henti dari pengaruh
globalisasi. Saat ini, generasi muda Indonesia seperti kehilangan akar yang
kuat sebagai bagian daru elemen bangsa. “Westernisasi terus menggerus
nasionalisme, generasi muda lebih menikmati hiburan-hiburan berbudaya barat
seperti clubbing sebagai salah satu budaya hedonis daripada berdiskusi mengenai
nasionalisme. Perilaku kebarat-baratan itu sudah semakin parah menjangkiti
generasi muda, terutama di kota-kota besar. Tergerusnya akar tradisi sebagai
bangsa Indonesia akibat ekspansi globalisasi bisa menjadi ancaman besar bagi
eksistensi NKRI.
Sebelum membahas
nasionalisme generasi muda kontemporer, perlu dipaparkan terlebih dahulu peran
generasi muda nasionalis dalam perubahan-perubahan besar yang terjadi pada
Bangsa Indonesia.
Pertama, Generasi
muda Dalam Nasionalisme Gelombang Pertama: Kebangkitan Nasional 1908
Gerakan kebangkitan nasionalisme Indonesia diawali oleh Boedi Oetomo di tahun 1908, dengan dimotori oleh para mahasiswa kedokteran Stovia, sekolah anak para priyayi Jawa, di sekolah yang disediakan Belanda di Djakarta. Para mahasiswa kedokteran di Stovia, merasa muak dengan para penjajah, –walaupun mereka sekolah di sekolah penjajah— dengan membuat organisasi yang memberi pelayanan kesehatan kepada rakyat yang menderita.
Gerakan kebangkitan nasionalisme Indonesia diawali oleh Boedi Oetomo di tahun 1908, dengan dimotori oleh para mahasiswa kedokteran Stovia, sekolah anak para priyayi Jawa, di sekolah yang disediakan Belanda di Djakarta. Para mahasiswa kedokteran di Stovia, merasa muak dengan para penjajah, –walaupun mereka sekolah di sekolah penjajah— dengan membuat organisasi yang memberi pelayanan kesehatan kepada rakyat yang menderita.
Kedua, Generasi
muda Dalam Nasionalisme Gelombang Kedua: Soempah Pemoeda 1928
Setetah Perang Dunia I, filsafat nasionalisme abad pertengahan, mulai merambat ke negara-negara jajahan melalui para mahasiswa negara jajahan yang belajar ke negara penjajah. Filsafat nasionalisme itu banyak mempengaruhi kalangan terpelajar Indonesia, misalnya, Soepomo ketika merumuskan konsep negara integralistik banyak menyerap pemikiran Hegel. Bahkan, Soepomo terang-terangan mengutip beberapa pemikiran Hegel tentang prinsip persatuan antara pimpinan dan rakyat dan persatuan dalam negara seluruhnya. Dalam perkembangannya kemudian banyak diciptakan lagu-lagu kebangsaan yang sarat dengan muatan semangat nasionalisme seperti Indonesia Raya, Dari Sabang Sampai Merauke, Padamu Negeri, dan sebagainya.
Setetah Perang Dunia I, filsafat nasionalisme abad pertengahan, mulai merambat ke negara-negara jajahan melalui para mahasiswa negara jajahan yang belajar ke negara penjajah. Filsafat nasionalisme itu banyak mempengaruhi kalangan terpelajar Indonesia, misalnya, Soepomo ketika merumuskan konsep negara integralistik banyak menyerap pemikiran Hegel. Bahkan, Soepomo terang-terangan mengutip beberapa pemikiran Hegel tentang prinsip persatuan antara pimpinan dan rakyat dan persatuan dalam negara seluruhnya. Dalam perkembangannya kemudian banyak diciptakan lagu-lagu kebangsaan yang sarat dengan muatan semangat nasionalisme seperti Indonesia Raya, Dari Sabang Sampai Merauke, Padamu Negeri, dan sebagainya.
Selain Soepomo,
Hatta, Sutan Syahrir pun sudah aktif berdiskusi tentang masa depan negaranya,
ketika mereka masih belajar di benua Eropa, atas beasiswa politic-etis balas
budi-nya penjajah Belanda. Mereka inilah di masa pra & pascakemerdekaan
yang nantinya banyak aktif berkiprah menentukan arah biduk kapal Indonesia. Di
dalam negeri, Soekarno sejak remaja, masa mahasiswa, bahkan setelah lulus
kuliah, terus aktif menyuarakan tuntutan kemerdekaan bagi negerinya, lewat
organisasi-organisasi yang tumbuh di awal abad 20.
Kesadaran untuk menyatukan negara, bangsa dan bahasa ke dalam 1 negara, bangsa dan bahasa Indonesia, telah disadari oleh para generasi muda yang sudah mulai terkotak-kotak dengan organisasi kedaerahan seperti Jong Java, Jong Celebes, Jong Sumatera dan sebagainya, kemudian diwujudkan secara nyata dengan menggelorakan Sumpah Pemoeda di tahun 1928.
Kesadaran untuk menyatukan negara, bangsa dan bahasa ke dalam 1 negara, bangsa dan bahasa Indonesia, telah disadari oleh para generasi muda yang sudah mulai terkotak-kotak dengan organisasi kedaerahan seperti Jong Java, Jong Celebes, Jong Sumatera dan sebagainya, kemudian diwujudkan secara nyata dengan menggelorakan Sumpah Pemoeda di tahun 1928.
Ketiga, Generasi
muda Dalam Nasionalisme Gelombang Ketiga: Kemerdekaan 1945
Pada nasionalisme gelombang ketiga ini, peran nyata para generasi muda yang menyandra Soekarno-Hatta ke Rengas-Dengklok agar segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, dapat kita baca dari buku-buku sejarah.
Pada nasionalisme gelombang ketiga ini, peran nyata para generasi muda yang menyandra Soekarno-Hatta ke Rengas-Dengklok agar segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, dapat kita baca dari buku-buku sejarah.
Keempat, Generasi
muda Dalam Nasionalisme Gelombang Keempat: Lahirnya Orde Baru 1966
Pada tahun 1966 terjadi pemberontakan G30S/PKI, mahasiswa dan organisasi kepemudaan serta organisasi sosial kemasyarakatan di tahun 1966 memiliki pengaruh yang besar dalam menjatuhkan rezim Orde Lama dimana Soeharto dan para tentara tidak mungkin bisa ‘merebut’ kekuasaan dari penguasa orde-lama Soekarno. Namun pada akhir tahun 1970-an para generasi muda khsususnya mahasiswa dibatasi geraknya dalam berpolitik dan dikungkung ke dalam ruang-ruang kuliah di kampus. Sebaliknya para tentara diguritakan ke dalam tatatan masyarakat sipil lewat dwifungsi ABRI.
Pada tahun 1966 terjadi pemberontakan G30S/PKI, mahasiswa dan organisasi kepemudaan serta organisasi sosial kemasyarakatan di tahun 1966 memiliki pengaruh yang besar dalam menjatuhkan rezim Orde Lama dimana Soeharto dan para tentara tidak mungkin bisa ‘merebut’ kekuasaan dari penguasa orde-lama Soekarno. Namun pada akhir tahun 1970-an para generasi muda khsususnya mahasiswa dibatasi geraknya dalam berpolitik dan dikungkung ke dalam ruang-ruang kuliah di kampus. Sebaliknya para tentara diguritakan ke dalam tatatan masyarakat sipil lewat dwifungsi ABRI.
Kelima, Generasi
muda Dalam Nasionalisme Gelombang Kelima: Lahirnya Orde Reformasi 1998
Rezim Orba yang berkuasa selama 32 tahun berakhir kekuasaanya akibat krisis ekonomi tahun 1997, yang kemudian ditindaklanjuti oleh gerakan mahasiswa dalam meruntuhkan kekuasaan otoriter Orba. Gelombang krisisi ekonomi yang melanda Asia Tenggara, dimanfaatkan dengan baik oleh para mahasiswa dan generasi muda, yang sudah termarjinalkan oleh dwi fungsi ABRI. Para generasi muda dan utamanya adalah mahasiswa berhasil menjatuhkan Soeharto dari kursinya.
Rezim Orba yang berkuasa selama 32 tahun berakhir kekuasaanya akibat krisis ekonomi tahun 1997, yang kemudian ditindaklanjuti oleh gerakan mahasiswa dalam meruntuhkan kekuasaan otoriter Orba. Gelombang krisisi ekonomi yang melanda Asia Tenggara, dimanfaatkan dengan baik oleh para mahasiswa dan generasi muda, yang sudah termarjinalkan oleh dwi fungsi ABRI. Para generasi muda dan utamanya adalah mahasiswa berhasil menjatuhkan Soeharto dari kursinya.
Pada orde reformasi
sekarang ini, para generasi muda dan mahasiwa perlu mempersiapkan diri
sebaik-baiknya dalam membangkitkan kembali nasionalisme gelombang berikutnya!
Nasionalisme yang perlu diwujudkan di gelombang berikutnya adalah bukan
nasionalisme di gelombang-gelombang sebelumnya. Kita harus memilih nasionalisme
yang humanis dan dapat menjadi rekan sejawat demokrasi. Tentu saja dalam
konteks ini gagasan nasionalisme gelombang berikutnya ini tidak dapat
dibebankan pada pundak pejabat negara, perwira militer, atau kalangan
intelektual saja, tetapi juga perlu mendengar dan merekam suara masyarakat akar
rumput yang selama ini tidak tersuarakan.
Melihat persoalan
tersebut, perlu adanya redefinisi atas pemahaman dan pelaksanaan nilai-nilai
nasionalisme dalam diri generasi muda Indonesia. Tantangan generasi muda saat
ini berbeda dengan era tahun pada gelombang-gelombang momentum kepemudaaan
sebelumnya. Jika dulu nasionalisme generasi muda diarahkan untuk melawan
penjajahan, kini nasionalisme diposisikan secara proporsional dalam menyikapi
kepentingan pasar yang diusung kepentingan global, dan nasionalisme yang
diusung untuk kepentingan negara.
Generasi muda
dituntut mencermati kondisi kekinian, kita tidak boleh antipati dengan pasar. Namun
generasi muda dituntut tetap nasionalis demi kepentingan bangsa. Nasionalisme
kebangsaan tidak terlepas dari situasi global. Generasi muda Indonesia harus
mencermati secara kritis realitas kepentingan global terhadap Indonesia.
Disamping itu, pemerintah pusat dapat mempercepat distribusi pembangunan di
semua daerah agar tidak tumbuh semangat etnonasionalisme dalam diri generasi
muda.
Degradasi
nasionalisme dapat dijawab melalui strategi kebudayaan dari pelbagai etnis dan
suku sebagai landasan dalam melakukan modernisasi ala Indonesia. Generasi muda
di semua daerah dituntut agar tidak mengedepankan kepentingan yang bersifat
kedaerahan dengan begitu kesejahteraan dapat diciptakan secara bersama-sama.
Hal tersebut meruapakan adalah tugas dan tanggung jawab generasi muda saat ini
yaitu penciptaan kesejahteraan dan keadilan yang diperjuangkan secara
bersama-sama.
Sebagai penutup,
tanda bahwa dalam upaya membangun Generasi Muda yang Progresif, Agamis dan
Nasionalis dikatakan berhasil dapat dilihat dari indikator-indikator berikut,
yaitu:
Meningkatnya partisipasi generasi muda dalam lembaga sosial kemasyarakatan dan organisasi kepemudaan;
Terbentuknya peraturan perundang-undangan yang mengatur dan menjamin kebebasan generasi muda untuk mengorganisasikan dirinya secara bertanggungjawab;
Meningkatnya jumlah wirausahawan muda;
Meningkatnya jumlah karya: kreasi, karsa, dan apresiasi generasi muda di berbagai bidang pembangunan;
Menurunnya jumlah kasus dan penyalahgunaan Narkoba oleh generasi muda serta meningkatnya peran dan partisipasi generasi muda dalam pencegahan dan penanggulangan Narkoba;
Menurunnya angka kriminalitas yang dilakukan generasi muda.
Meningkatnya partisipasi generasi muda dalam lembaga sosial kemasyarakatan dan organisasi kepemudaan;
Terbentuknya peraturan perundang-undangan yang mengatur dan menjamin kebebasan generasi muda untuk mengorganisasikan dirinya secara bertanggungjawab;
Meningkatnya jumlah wirausahawan muda;
Meningkatnya jumlah karya: kreasi, karsa, dan apresiasi generasi muda di berbagai bidang pembangunan;
Menurunnya jumlah kasus dan penyalahgunaan Narkoba oleh generasi muda serta meningkatnya peran dan partisipasi generasi muda dalam pencegahan dan penanggulangan Narkoba;
Menurunnya angka kriminalitas yang dilakukan generasi muda.
STUDI KASUS
Sebuah harian yang
terbit di Jakarta, (25/10/2009) melakukan survei terhadap pemuda (usia 16-30
tahun): 70% lebih senang berinteraksi sosial memperbanyak teman atau jaringan
melalui dunia maya daripada dunia nyata. 24% memilih untuk bergabung dengan
partai politik atau organisasi pemuda. 6 % netral. Ini membuktikan pemuda
pemudi lebih asyik dengan dunia pribadinya dibandingkan memikirkan nasib
bangsanya.
Penyakit remaja
atau pemuda lainnya adalah pornoaksi pornografi. Ditemukan lebih dari 500 video
porno dibuat dan diedarkan di Indonesia. Kebanyakan video amatir hasil rekaman
kamera ponsel. Dan, parahnya sebanyak 90% pembuat video porno berasal dari
kalangan anak muda. Dari SMP sampai mahasiswa. Sisanya dari kalangan dewasa.
Demikian hasil
penelitian seorang Sony Set. Praktisi pertelevisian sekaligus penulis buku
bertajuk, “500 plus, Gelombang Video Porno Indonesia”. Belum lagi aksi tawuran
di kalangan remaja hingga premanisme di kalangan kampus. Kemudian Narkoba yang
menjerat pemuda pemudi sekarang. Hampir 75% pengguna narkoba adalah remaja (15
– 25 tahun). Dan seks bebas yang bebas berkeliaran di kalangan pemuda.
PENGERTIAN PENDIDIKAN DAN PERGURUAN TINGGI
Pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan
masyarakat.
Perguruan
tinggi adalah satuan pendidikan penyelenggara pendidikan tinggi. Peserta
didik perguruan tinggi disebut mahasiswa, sedangkan tenaga
pendidik perguruan tinggi disebut dosen.
harus
mengenyam pendidikan adalah karna setiap individu harus sekolah Minimal
selama 12 tahun agar disaat seseorang beranjak dewasa, seseorang itu dapat
bermanfaat sebagai pemuda yang aktif didalam lingkungan masyarakat dan akan
menjadi Generasi Penerus yang akan menjadi Pemimpin yang baik mengerti rakyat
dan memajukan bangsa ini ke arah yang lebih baik.
Saat
seseorang itu sudah tamat sekolah atau tamat SMA maka seseorang itu sebaiknya
harus meneruskan pendidikannya ke jenjang perguruan tinggi. Karna dengan dia
meneruskan pendidikannya ke jenjang perguruan tinggi maka seseorang itu kelak
akan memiliki ilmu yang bermanfaat untuk masyarakat .